Tampilkan postingan dengan label #IkaInsight. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label #IkaInsight. Tampilkan semua postingan

Selasa, 27 Juli 2021

Perluasan Tax Base, Peluang dan Tantangan di Era Reformasi dan Masa Pandemi

Artikel ini merupakan artikel kedua yang aku submit untuk lomba menulis artikel pajak DDTC tahun 2020 tetapi belum berhasil lolos kurasi untuk tayang di website sebagai salah satu kandidat pemenang            

        Perluasan basis data perpajakan atau tax base menjadi tagline optimalisasi penerimaan pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada tahun 2020. Hal ini selaras dengan rencana strategis (renstra) DJP 2020-2024 yang tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-389/PJ/2020. Sayangnya, merebaknya wabah Corona Virus Disease (Covid-19) global telah membalikkan arah ekonomi secara drastis dari pertumbuhan menjadi kontraksi bahkan resesi. DJP dituntut untuk adaptif dan agile dengan perubahan kritikal yang terjadi, khususnya merespon perlambatan ekonomi domestik yang berdampak pada penurunan penerimaan negara.

Di masa pandemi ini, potensi yang dimiliki DJP adalah pesatnya pertumbuhan e-commerce seiring dengan pesatnya transaksi perdagangan secara daring. Berdasarkan hasil survei Badan Pusat Statistik (BPS) dalam Laporan Sosial Demografi Dampak Covid-19 Tahun 2020, terjadi peningkatan aktivitas belanja online  sebesar 42% oleh responden serta peningkatan penjualan produk di marketplace sebesar 20% dibandingkan baseline sebelum pandemi. Kendati demikian, tantangan juga harus dihadapi DJP dengan belum tersedianya basis data transaksi digital yang valid dan reliable. Dengan bergulirnya reformasi perpajakan jilid III pada tubuh DJP, diharapkan perbaikan dan penyempurnaan berbagai aspek seperti organisasi, Sumber Daya Manusia (SDM), teknologi informasi dan basis data, proses bisnis, dan regulasi dapat terus diakselerasi. Reformasi pajak dalam  bentuk kebijakan (policy) dan administrasi (administration) diharapkan dapat meningkatkan basis data perpajakan yang bermuara pada peningkatan penerimaan pajak dan peningkatan kepatuhan wajib pajak.

Di sisi lain, beberapa negara OECD justru menunda pengimplementasian reformasi pajak. Penundaan ini diantaranya terkait implementasi e-filing, pengenalan pajak baru, dan atau perubahan pajak berjalan. Italia misalnya yang menunda pengaplikasian pelaporan penjualan harian oleh pedagang retail secara elektronik sampai tahun depan. Sebaliknya, beberapa negara malahan mengimplementasikan pengenaan pajak baru sebagai salah satu upaya pendanaan untuk penanggulangan dampak Covid-19. Sebut saja Indonesia yang mengenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas produk digital yang dijual oleh penyedia jasa luar negeri yang memiliki kehadiran ekonomi signifikan di Indonesia (OECD journal “Tax Policy Reform 2020”). Terkait perlakuan pajak kegiatan Perdagangan melalui Sistem Elektronik (PSME) ini, beleid telah ditetapkan melalui UU Nomor 2 tahun 2020. Aturan pelaksanaannya tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-48/PMK.03/2020 dan kebijakan PSME resmi berlaku sejak 1 Juli 2020. Selain sebagai usaha penggalian potensi pajak, kebijakan ini penting sebagai perwujudan keadilan dalam pemungutan pajak.

                Misi awal DJP untuk mengawal penerimaan pajak seoptimal mungkin menjadi cukup dilematis ketika dihadapkan dengan kewajiban untuk memperluas pemanfaatan insentif perpajakan dalam rangka penanggulangan dampak pandemi Covid-19. Fasilitas pajak yang dikucurkan pemerintah melalui realokasi APBN diharapkan dapat menggenjot perekonomian di sisi supply dan demand. Padahal, penerimaan pajak tak kalah penting untuk mengisi pos penerimaan APBN di situasi krisis ini. Menjawab ini,penting untuk digarisbawahi bahwa pandemi Covid-19 ini merupakan unprecedented situation yang membutuhkan fokus tidak hanya pada memaksimalkan penerimaan pajak, melainkan menyelamatkan ekonomi agar tetap survive. Pande Putu Oka K., Plt. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara (PKPN) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam Webinar Tax Challenges and Reforms to Finance the COVID-19 Recovery and Beyond pada 1 Oktober 2020 menyatakan bahwa kepatuhan pajak, tata kelola pemerintahan yang baik, dan keadilan adalah area yang harus menjadi perhatian. Diharapkan dengan upaya tersebut dapat memberikan kontribusi untuk memperkuat basis data perpajakan.

Perluasan Tax Base Berbasis Penguasaan Wilayah

        Bicara perluasan basis data, sesungguhnya bukan hal baru bagi DJP. Effort yang menjadi bagian dari kegiatan ekstensifikasi ini telah familiar diwujudkan melalui berbagai program seperti Sensus Pajak Nasional (SPN), canvassing, dan yang masih berjalan saat ini adalah geotagging. Sementara itu, inisiatif strategis yang telah dicanangkan DJP pada tahun ini adalah perluasan tax base dalam rangka pengamanan penerimaan pajak. Ditumpukan pada dua klasifikasi kegiatan yaitu pengawasan wajib pajak strategis dan pengawasan berbasis penguasaan kewilayahan. Sejalan dengan itu, Dirjen Pajak telah meneken KEP-75/PJ/2020 terkait perubahan tugas dan fungsi (tusi) KPP Pratama yang resmi berlaku sejak awal Maret 2020.

      Perubahan tusi tersebut merupakan salah satu perwujudan dari reformasi pajak jilid III khususnya pembenahan pilar pertama organisasi, pilar kedua SDM dan pilar keempat proses bisnis. Perubahan tusi tersebut diharapkan mampu membantu DJP dalam menangani wajib pajak dengan lebih adil dan transparan serta melakukan manajemen sumber daya menjadi lebih efektif dan lebih efisien. Pada akhirnya akan mewujudkan paradigma kepatuhan yang baru bagi DJP yaitu kepatuhan yang berkelanjutan (SE-24/PJ/2019). Muaranya juga tentu pada tax base.

          Di masa pandemi ini, banyak terobosan yang dapat diimplementasikan ihwal perluasan tax base. Salah satu contoh keberhasilan adalah inovasi oleh Kantor Wilayah DJP Jawa Tengah I. Melalui pendekatan digital/ teknologi informasi, Kanwil DJP Jateng I menciptakan aplikasi penunjang perluasan tax base berjuluk Pengayaan Data Jateng I (PANDJI). Aplikasi ini memanfaatkan data unit bisnis yang tersedia dari Google Map serta data geotagging ECTag yang disandingkan dengan Masterfile DJP. Apabila berdasarkan observasi terdapat celah atau gap, petugas pajak dapat melengkapi datanya melalui aplikasi. Aplikasi ini sangat user friendly dan mudah diakses melalui gawai yang terkoneksi internet.

Sebagaimana kita ketahui aktivitas gowes tengah menjadi primadona di masa pandemi ini. Kanwil DJP Jateng I pun memiliki inovasi kegiatan yakni pengenalan sinyal ekonomi atau point of interest (poi)  melalui kegiatan bersepeda yang diberi nama gowes bysikil poi. Poi yang dikenali kemudian direkam melalui aplikasi PANDJI. Apabila kegiatan luar ruang terkendala, masih ada satu inovasi yang dapat dilakukan di belakang meja. Kegiatan tersebut adalah penilaian suatu objek pajak dari jarak jauh untuk menggali potensi pajaknya yang dijuluki remote sensing valuation.

Kedua contoh inovasi ini merepresentasikan keberhasilan implementasi flexible working space sebagai bentuk adaptasi kinerja dalam merespon pandemi Covid-19. Budaya kinerja yang diperkenalkan Kanwil DJP Jateng I ini juga merepresentasikan penguatan lima pilar reformasi pajak dalam ranah mikro yang dapat berdampak makro bagi DJP dalam hal peningkatan kuantitas dan kualitas tax base.

Jumat, 30 April 2021

Kolaborasi KPR Syariah dan Insentif PPN, Alternatif Halal Miliki Hunian

Hai discussant! Aku lagi mencoba membuang emosi negatif nih, jadi ceritanya beberapa waktu lalu aku ikutan lomba menulis artikel gitu dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) lewat akun sosmednya @sikapiuangmu. Lombanya tentang produk keuangan syariah pilihan kita gitu. Aku excited banget, sampe aku ngadain observasi kecil-kecilan gitu buat artikelku, wawancara sana sini buat memperkuat argumenku, searching data dll. Seniat itu ngerjainnya, berhari-hari dan make sure aku pas kondisi all out. 

Kelirunya adalah aku ngerasa kepedean gitu kalo bisa jadi salah satu pemenang. Kenapa? soalnya bakal dipilih 20 pemenang, jadi aku ngerasa chance-nya cukup gede lah. WKWKWKWK. Emang kalo diawali dengan congkak dan takabur itu endingnya biasanya emang ngecewain sih huhuhu. Karena terlalu berekspektasi gitu lho, taunya pas hasil ga sesuai harapan..rasanya bener-bener down banget. Ya sekali lagi, tulisan populer ilmiah/ non fiksi apapun itu nggak ada bener dan salah, sepanjang kita ngerjain berdasarkan integritas ya (bukan hal bohong atau hoax). Semua balik lagi ke selera juri sih. So, daripada tulisannya cuma ngendon di arsip. So, here we go. Barangkali ada discussant yang mau diskusi bareng boleh yuk!

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Terobosan mutlak diperlukan di tengah krisis akibat pandemi Covid-19. Pemerintah perlu merespon cepat situasi krisis yang menghantam sektor ekonomi dan kesehatan masyarakat. Stimulus fiskal digelontorkan guna mengakselerasi pemulihan ekonomi nasional. Injeksi insentif ini diharapkan mampu menjadi game changer untuk mendongkrak kelesuan pasar dan mendorong konsumsi atau permintaan (demand) di masyarakat.

Salah satu insentif yang telah diterbitkan pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-21/PMK.010/2021 adalah diskon Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas perumahan. Insentif PPN perumahan ini meliputi penyerahan rumah tapak maupun unit hunian rumah susun, termasuk diantaranya apartemen, rumah toko, dan rumah kantor. Sebagaimana diketahui, pada penjualan rumah dari pengembang kepada konsumen akhir, terdapat beberapa komponen biaya yang menyertai, salah satunya adalah PPN yang harus dipungut oleh penjual selaku Pengusaha Kena Pajak (PKP). Dengan adanya diskon PPN sebesar 100% atau 50% dari PPN terutang, tentu berimplikasi pada menurunnya harga yang harus dibayar oleh pembeli.

Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati menyebutkan bahwa suntikan stimulus PPN perumahan ini bertujuan untuk mendorong masyarakat memutuskan membeli rumah saat ini juga. Intervensi pemerintah ini dapat meningkatkan daya beli masyarakat serta mempertahankan keberlangsungan usaha bagi sektor industri perumahan. 

Kebijakan PPN ditanggung pemerintah atas perumahan ini tentu membawa angin segar khususnya bagi generasi milenial. Betapa tidak, persoalan kesulitan untuk membeli rumah merupakan salah satu problematika laten para milenial di masa kini. Lantaran pandemi, harapan kepemilikan hunian pertama oleh milenial pun semakin jauh dari angan. Oleh karenanya, hadirnya insentif PPN plus opsi pembiayaan yang ditawarkan lembaga keuangan melalui skema Kredit Pemilikan Rumah (KPR) digadang-gadang dapat menjadi solusi atas kebuntuan ini. Terlebih, hasil sensus penduduk oleh Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 menyebutkan bahwa demografi penduduk Indonesia didominasi oleh generasi z dan generasi milenial dengan persentase masing-masing 27,94% (74,93 juta jiwa) dan 25,87% (69,38 juta jiwa). Statistik ini mengindikasikan tersembunyinya potensi besar adanya peningkatan pembelian serta pengucuran pembiayaan perumahan bagi nasabah milenial.

KPR syariah jadi pilihan

Pemerintah menaruh perhatian besar akan perkembangan ekonomi dan keuangan syariah yang universal, inklusif, dan accessible. Perspektif pengelolaan keuangan syariah sejalan dengan konsep gaya hidup halal yang semakin implementatif di kalangan masyarakat Indonesia. Generasi milenial di era digital semakin melek dengan literasi keuangan; menjadikan mereka lebih kritis dalam pemilihan perencanaan finansial dan investasi. Produk keuangan syariah pun tak pelak mendapatkan privilese di hati mereka. Prinsip syariah yang mengacu pada nilai-nilai Islami seperti berpegang teguh pada keadilan (‘adl), keseimbangan (tawazun), kemaslahatan (maslahah), universalisme (alamiyah), serta bebas dari penipuan (gharar), spekulasi (maysir), riba, penyimpangan (zhulm), suap (risywah), bathil, dan objek haram lainnya semakin meyakinkan kalangan milenial. 

Kredit Pembiayaan Perumahan (KPR) atau Kredit Pembiayaan Apartemen (KPA) syariah menjadi opsi alternatif kepemilikan hunian pertama bagi milenial. KPR atau KPA syariah dapat meliputi pembiayaan jangka pendek, menengah, atau panjang yang bertujuan untuk membiayai rumah hunian atau apartemen baik baru ataupun bekas dengan akad jual-beli (murabahah) atau akad lainnya.

Foto: Dokumentasi pribadi rumahku di Semarang

Ditilik dari perspektif syarat dan ketentuan insentif PPN, akad KPR syariah yang paling sesuai dan memungkinkan untuk penyerahan rumah dengan memanfaatkan diskon PPN perumahan adalah murabahah. Murabahah sendiri adalah perjanjian jual beli antara bank dengan nasabah, dimana bank syariah akan membeli barang yang diperlukan oleh nasabah kemudian menjualnya kepada nasabah bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan margin atau keuntungan yang disepakati antara bank dengan nasabah. Hal yang penting digarisbawahi adalah akad murabahah adalah transaksi atas barang (dalam hal ini rumah) dan bukan transaksi atas uang, sehingga terjamin kehalalannya. Adapun nasabah sebagai pembeli dapat membayar kepada bank selaku penjual dengan cara mencicil dengan jumlah tetap setiap bulannya sampai dengan jatuh tempo. Jumlah cicilan yang tidak bergantung pada suku bunga Bank Indonesia (floating rate), menghindarkan kekhawatiran atas perubahan angsuran akibat fluktuasi bunga.

Syarat mudah, prinsip halal dan berkah

Menilik besarnya manfaat, apabila penulis berkesempatan untuk membeli rumah, maka KPR syariah dengan akad murabahah adalah opsi yang akan diambil. Value of money tidak berlaku dalam prinsip murabahah ini. Hal ini berarti, keterlambatan pembayaran cicilan atau pelunasan sebelum jatuh tempo tidak akan dikenakan denda. Pun dengan compound interest atau bunga berganda tidak dikenal dalam penghitungan laba atau angsurannya. Selain dari faktor kehalalan, faktor pemanfaatan hunian lebih awal menjadi pertimbangan utama. Rumah dapat segera dihuni tanpa harus berjibaku dengan waktu, kemampuan mengumpulkan uang, dan harga properti yang kian melambung.      

Fitur KPR syariah tergolong lengkap. Pertama, besaran angsuran selalu tetap. Kedua, proses permohonan mudah, cepat, dan fleksibel baik untuk pembelian rumah baru maupun bekas. Ketiga, plafon pembiayaan yang besar, tentu mengakomodasi pembiayaan rumah yang diberikan insentif PPN yaitu sampai dengan Rp5 miliar rupiah. Keempat, jangka waktu pembiayaan yang panjang. Kelima, adanya fasilitas debit otomatis dari tabungan induk.

Lantas apa saja kewajiban yang harus dipenuhi oleh nasabah untuk memperoleh KPR syariah? Pertama, nasabah memilih properti yang akan dibeli. Kedua, menyiapkan uang muka atau Down Payment (DP) serta biaya lainnya seperti biaya administrasi, biaya provisi, dan biaya penilaian properti (appraisal). Ketiga, melengkapi persyaratan pengajuan. Terakhir, memiliki reputasi baik pada catatan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Persyaratan umum pengajuan antara lain nasabah merupakan Warga Negara Indonesia (WNI) yang telah cakap di mata hukum, berusia minimal 21 tahun dan maksimal 55 tahun pada saat jatuh tempo pembayaran; harga properti tidak melebihi maksimum pembiayaan; besar angsuran bulanan tidak melebihi 40 persen dari penghasilan bersih tiap bulannya; serta pengaturan seputar ketentuan pembiayaan rumah inden. Mengingat ketentuan insentif PPN perumahan adalah rumah baru yang diserahkan pertama kali oleh pengembang merupakan ready stock dan bukan preorder, maka syarat terakhir dapat penulis abaikan. Sementara persyaratan administratif yang harus disiapkan nasabah adalah fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) nasabah dan pasangan, fotokopi Kartu Keluarga (KK), fotokopi surat nikah, dan fotokopi rekening koran 3 bulan terakhir.

Pada tahun 2020 lalu, penyaluran pembiayaan sektor syariah tumbuh sebesar 9,42% jauh lebih tinggi dibandingkan kredit perbankan konvensional yang hanya tumbuh 0,55%. Data ini menunjukkan potensi besar industri keuangan syariah. Jika dikalkulasikan dengan besarnya populasi generasi milenial, hal ini tentu dapat menjadi duet harmonis dalam mendukung laju ekonomi nasional. Dari sudut pandang fiskal, pemanfaatan KPR/ KPA syariah dan insentif PPN dapat menjadi kolaborasi apik dalam mendorong peningkatan ekonomi nasional khususnya di masa pandemi saat ini. 

Referensi:

Otoritas Jasa Keuangan. 2016. Standar Produk Perbankan Syariah Murabahah. Jakarta: OJK

Ingin Punya Rumah atau Apartemen? KPR Syariah Bisa Jadi Salah Satu Solusi! https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/10445 (diakses pada 18 April 2021)

Rumah Idaman dengan KPR Syariah https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/images/FileDownload/425_perbankan-9%20Rumah%20Idaman%20KPR%20syariah_2018_small.pdf (diakses pada 18 April 2021)

Pembiayaan Kepemilikan KPR Rumah Syariah Murabahah https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/Kalkulator/Kalkulator%20KPR%20Rumah (diakses pada 18 April 2021)

Mau Punya Hunian Idaman? KPR/ KPA Syariah Solusinya.. https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/20558 (diakses pada 18 April 2021)

Literasi Keuangan https://www.ojk.go.id/id/kanal/edukasi-dan-perlindungan-konsumen/Pages/literasi-keuangan.aspx (diakses pada 18 April 2021)

Laman Instagram @sikapiuangmu @ojkindonesia @kemenkeuri @ditjenpajakri @smindrawati

Peraturan Menteri Keuangan Nomor PMK-21/PMK.010/2021 tentang Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Rumah Tapak dan Unit Hunian Rumah Susun yang Ditanggung Pemerintah Tahun Anggaran 2021

Hapsari, Ika. 2021. Diskon PPN Perumahan Beri Harapan Bagi Milenial Miliki Hunian. Jakarta: Harian Neraca https://www.neraca.co.id/article/144120/diskon-ppn-perumahan-beri-harapan-milenial-miliki-hunian

Badan Pusat Statistik. 2020. Statistik Pemuda Indonesia 2020. Jakarta: Badan Pusat Statistik

 

Sabtu, 29 Agustus 2020

Sinergi Bangun Infrastruktur Negeri

Artikel ini aku ikutkan untuk lomba blog yang diselenggarakan DJPPR tahun 2020. Meski gagal, aku nggak kecewa karena aku puas dengan karyaku sendiri. Hanya saja menulis adalah masalah selera. Bisa jadi tulisanku emang kurang masuk dengan selera juri, dan secara presentasi visual emang kalah telak dengan para pemenang yang emang udah bertahun-tahun berkecimpung di dunia blogger

Sebelum dilakukan refocusing APBN tahun 2020 dalam rangka percepatan penanganan pandemi Covid-19, pemerintah telah mengalokasikan anggaran infrastruktur sebesar Rp423,3 Triliun dalam rangka akselerasi pembangunan infrastruktur. Akselerasi ini bertujuan untuk meningkatkan daya saing investasi dan ekspor, mendukung tranformasi industrialisasi dan mendukung skema pembiayaan kreatif Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) seperti dengan Vialibility Gap Fund (VGF) atau Availability Payment (AP). Khusus untuk penggunaan skema pendanaan KPBU sendiri, pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan telah meneken kerja sama dengan setidaknya tujuh kepala daerah untuk pembiayaan infrastruktur di daerah.

Segenap infrastruktur publik juga telah berhasil dibangun dengan skema pembiayaan ini, diantaranya Proyek KPBU Preservasi Jalan Nasional Lintas Timur Sumatera di Provinsi Sumatera Selatan yang berfungsi untuk mendukung arus transportasi dan logistik lintas Sumatera. Kemudian ada pula Proyek Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Kota Tangerang Selatan yang diharapkan dapat membantu memperbaiki taraf kualitas hidup dan tingkat kesehatan masyarakat Kota Tangsel. Serta beberapa skema KPBU lainnya. KPBU merupakan terobosan pemerintah dalam hal pengelolaan APBN secara prudent dengan menjalin kerja sama dengan pihak swasta demi terselenggaranya pelayanan publik yang lebih unggul dan berkualitas.

Semarang Kaline (Wis Ora) Banjir

Kita tentu ingat, isu lingkungan kembali menghangat di awal tahun 2020 saat banjir mengepung Ibukota Jakarta di hari pertama bulan Januari. Titik lokasi banjir tersebar hampir di seluruh wilayah dengan ketinggian air dari selutut orang dewasa hingga mencapai atap rumah warga. Ya, banjir. Peristiwa  ini mungkin mengingatkan kita pada sebuah lagu lawas yang berjudul Jangkrik Genggong yang dinyanyikan penyanyi keroncong Waljinah. Penggalan lirik yang sangat familiar di telinga adalah “Semarang kaline banjir....” dinilai sesuai dengan fakta yang terjadi. Kota Semarang memang selalu menjadi langganan banjir. Pada tahun 1990 Semarang pernah diterjang banjir bandang akibat jebolnya talut Sungai kanal banjir barat.

Tahun-tahun setelahnya seolah banjir masih enggan pergi dari kota ini, lantaran 41,02% wilayah Kota Semarang masuk dalam kategori rawan banjir. Hampir setiap tahun terjadi luapan banjir rob yang meluber sampai area pemukiman dan perkantoran seperti Kaligawe dan Kota Lama misalnya. Setiap hujan tiba, banjir juga menggenangi ruas-ruas jalan utama di kota hingga setinggi badan trotoar akibat rendahnya penyerapan drainase. Hal ini seolah telah menjadi pemakluman bagi warga kota Semarang meski tak jarang masih terselip rasa khawatir.  

Kini, Kota Semarang dinilai telah berhasil membebaskan diri dari banjir. Hal ini diapresiasi oleh banyak pihak. Di bawah komando Walikota Semarang, Hendrar Prihadi, 82,6% wilayah Semarang telah bebas dari banjir dan hanya tersisa pekerjaan rumah sebesar 17,4%-nya. Hal ini tidak lepas dari terobosan yang dilakukan Pemkot Semarang dengan membangun sistem pengendali banjir layaknya di luar negeri. Sistem tersebut terdiri dari pompa-pompa penyedot dengan kendali khusus yang akan bekerja menyedot air di saluran ketika volume lebih dari wajar. 46 Rumah pompa ini mampu menyedot air hingga 50 ribu liter per detik. Sistem ini dimonitor melalui command room dan bersifat real time yang terintegrasi dengan smart infrastruktur PU.

Salah satu rumah pompa yang dimiliki Pemkot Semarang adalah Rumah Pompa Kali Sringin. Pada Januari 2020 lalu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengunjungi rumah pompa ini dan mengintruksikan penggantian 5 pompa untuk pengendalian banjir di Semarang bagian timur. Hal tersebut diprioritaskan mengingat intensitas hujan yang diprediksikan lebat pada bulan Januari hingga Februari. Sejak Desember 2016 Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana bekerja sama dengan Pemkot Semarang memulai pekerjaan pengendali banjir rob yang dibagi dalam 2 paket pekerjaan yakni sistem polder Sringin dan Tenggang.


Dokumentasi: Instagram @kemenpupr

Pekerjaan penggantian pompa paket I mencakup pembuatan kolam retensi Banjardowo berkapasitas 30 ribu meter kubik, normalisasi dan perbaikan parapet Kali Sringin, serta pembangunan pintu muara dan polder Kali Sringin dengan tanggul dari Kali Tenggang ke Sringin dengan pendanaan APBN 2016-2019 multiyears senilai Rp202,12 miliar rupiah. Sementara pekerjaan paket II berupa pembuatan kolam retensi Rusunawa Kaligawe berkapasitas 66 ribu meter kubik, pembuatan pintu muara dan polder Kali Tenggang yang dilengkapi pompa berkapasitas 6 x 2 m³/detik dengan tanggul penahan di kawasan terminal dan industri Terboyo serta normalisasi dan perbaikan parapet Kali Tenggang dengan pendanaan APBN 2016-2019 multiyears senilai Rp259,26 miliar rupiah.

Kendati demikian masih ada satu pekerjaan rumah untuk mengatasi kemacetan akibat banjir rob di area pantai utara Jawa Tengah yang merupakan jalur utama dari dan menuju Semarang. Selaras dengan proyek jalan tol trans Jawa yang digagas pemerintah, pemerintah akan membangun jalan Tol Semarang-Demak sepanjang 27 Km yang terintegrasi dengan tanggul laut Kota Semarang. Proyek ini menggunakan skema KPBU dan telah disepakati oleh Menteri Keuangan dan Menteri  PUPR melalui penandatanganan perjanjian pada September 2019 silam. Menteri PUPR berpendapat bahwa pembuatan tanggul, rumah pompa, hingga tol yang terintegrasi dengan tanggul laut diharapkan dapat mengatasi dampak banjir rob yang kerap menggenang jalan nasional di utara Jawa Tengah.


Dokumentasi: Instagram @kemenpupr

Keberhasilan dalam membebaskan diri dari banjir karena luapan sungai maupun banjir karena air laut (rob) dipercaya mendatangkan manfaat ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang sangat signifikan. Mengingat, hampir beberapa kali dalam setahun Semarang selalu dilanda banjir yang memutus mobilitas orang maupun barang. Hal ini tentu menimbulkan kerugian bagi semua kalangan baik pengusaha maupun mayarakat di pemukiman yang terdampak. Disamping kelancaran arus lalu lintas, transportasi dan distribusi logistik, ke depannya diharapkan lingkungan yang sempat mengalami penurunan harga pasar karena dianggap tidak layak huni akibat langganan banjir dapat berbenah kembali. Terlebih area pantura Jawa Tengah merupakan kawasan industri yang aktif dengan kegiatan ekonomi yang padat. Oleh karena itu, peningkatan pembangunan dan rehabilitasi jalan baru yang dilengkapi dengan teknologi anti banjir rob, tentu dapat meningkatkan daya saing ekonomi Jawa Tengah yang berimplikasi pada ekonomi nasional.

Kreativitas dalam pengelolaan APBN dengan KPBU menjadi contoh nyata bahwa Indonesia memiliki daya saing ekonomi yang mumpuni di kancah internasional. Menjaga kebersihan lingkungan dan aset negara dapat menjadi refleksi sekaligus tanggung jawab kita bersama sebagai wujud terimakasih kepada negara, yang telah hadir untuk memenuhi hajat hidup rakyatnya. Wujud sederhana kepedulian dapat diimplementasikan dengan cara tidak merusak, tidak mengambil sebagian atau seluruh komponen aset, serta ikut serta mengawasi dan melaporkan pelanggaran atas fasilitas publik yang digunakan bagi kepentingan umum.  Sebab Ini Punya Kita, dan Ini Untuk Kita.