Artikel ini aku ikutkan untuk lomba blog yang diselenggarakan DJPPR tahun 2020. Meski gagal, aku nggak kecewa karena aku puas dengan karyaku sendiri. Hanya saja menulis adalah masalah selera. Bisa jadi tulisanku emang kurang masuk dengan selera juri, dan secara presentasi visual emang kalah telak dengan para pemenang yang emang udah bertahun-tahun berkecimpung di dunia blogger
Sebelum dilakukan refocusing APBN tahun 2020 dalam rangka
percepatan penanganan pandemi Covid-19, pemerintah telah mengalokasikan
anggaran infrastruktur sebesar Rp423,3 Triliun dalam rangka akselerasi
pembangunan infrastruktur. Akselerasi ini bertujuan untuk meningkatkan daya
saing investasi dan ekspor, mendukung tranformasi industrialisasi dan mendukung
skema pembiayaan kreatif Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) seperti
dengan Vialibility Gap Fund (VGF) atau Availability Payment (AP). Khusus untuk
penggunaan skema pendanaan KPBU sendiri, pemerintah pusat melalui Kementerian
Keuangan telah meneken kerja sama dengan setidaknya tujuh kepala daerah untuk
pembiayaan infrastruktur di daerah.
Segenap infrastruktur publik juga telah
berhasil dibangun dengan skema pembiayaan ini, diantaranya Proyek KPBU Preservasi Jalan Nasional Lintas
Timur Sumatera di Provinsi Sumatera Selatan yang berfungsi untuk mendukung arus
transportasi dan logistik lintas Sumatera. Kemudian ada pula Proyek Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir
Sampah (TPPAS) Kota Tangerang Selatan yang diharapkan dapat membantu memperbaiki taraf kualitas hidup dan tingkat
kesehatan masyarakat Kota Tangsel. Serta beberapa skema
KPBU lainnya. KPBU merupakan terobosan pemerintah dalam hal pengelolaan APBN secara
prudent dengan menjalin kerja sama
dengan pihak swasta demi terselenggaranya pelayanan publik yang lebih unggul
dan berkualitas.
Semarang Kaline (Wis Ora) Banjir
Kita tentu ingat, isu lingkungan kembali menghangat di awal tahun 2020 saat banjir
mengepung Ibukota Jakarta di hari pertama bulan Januari. Titik lokasi banjir
tersebar hampir di seluruh wilayah dengan ketinggian air dari selutut orang dewasa
hingga mencapai atap rumah warga. Ya, banjir. Peristiwa ini
mungkin mengingatkan kita pada sebuah lagu lawas yang berjudul
Jangkrik Genggong yang dinyanyikan penyanyi keroncong Waljinah. Penggalan lirik
yang sangat familiar di telinga adalah “Semarang
kaline banjir....” dinilai sesuai dengan fakta yang terjadi. Kota Semarang
memang selalu menjadi langganan banjir. Pada tahun 1990 Semarang pernah
diterjang banjir bandang akibat jebolnya talut Sungai kanal banjir barat.
Tahun-tahun
setelahnya seolah banjir masih enggan pergi dari kota ini, lantaran 41,02%
wilayah Kota Semarang masuk dalam kategori rawan banjir. Hampir setiap tahun
terjadi luapan banjir rob yang meluber sampai area pemukiman dan perkantoran
seperti Kaligawe dan Kota Lama misalnya. Setiap hujan tiba, banjir juga
menggenangi ruas-ruas jalan utama di kota hingga setinggi badan trotoar akibat
rendahnya penyerapan drainase. Hal ini seolah telah menjadi pemakluman bagi
warga kota Semarang meski tak jarang masih terselip rasa khawatir.
Kini,
Kota Semarang dinilai telah berhasil membebaskan diri dari banjir. Hal ini
diapresiasi oleh banyak pihak. Di bawah komando Walikota Semarang, Hendrar Prihadi, 82,6% wilayah
Semarang telah bebas dari banjir dan hanya tersisa pekerjaan rumah sebesar
17,4%-nya. Hal ini tidak lepas dari terobosan yang dilakukan Pemkot Semarang
dengan membangun sistem pengendali banjir layaknya di luar negeri. Sistem
tersebut terdiri dari pompa-pompa penyedot dengan kendali khusus yang akan
bekerja menyedot air di saluran ketika volume lebih dari wajar. 46 Rumah pompa
ini mampu menyedot air hingga 50 ribu liter per detik. Sistem ini dimonitor
melalui command room dan bersifat real time yang terintegrasi dengan smart infrastruktur PU.
Salah
satu rumah pompa yang dimiliki Pemkot Semarang adalah Rumah Pompa Kali Sringin.
Pada Januari 2020 lalu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengunjungi rumah pompa
ini dan mengintruksikan penggantian 5 pompa untuk pengendalian banjir di
Semarang bagian timur. Hal tersebut diprioritaskan mengingat intensitas hujan
yang diprediksikan lebat pada bulan Januari hingga Februari. Sejak Desember
2016 Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pemali Juana bekerja sama dengan
Pemkot Semarang memulai pekerjaan pengendali banjir rob yang dibagi dalam 2
paket pekerjaan yakni sistem polder Sringin dan Tenggang.
Pekerjaan
penggantian pompa paket I mencakup pembuatan kolam retensi Banjardowo berkapasitas 30
ribu meter kubik, normalisasi dan perbaikan parapet Kali Sringin, serta pembangunan
pintu muara dan polder Kali Sringin dengan tanggul dari Kali Tenggang ke
Sringin dengan pendanaan APBN 2016-2019 multiyears
senilai Rp202,12 miliar rupiah. Sementara pekerjaan paket II berupa pembuatan
kolam retensi Rusunawa Kaligawe berkapasitas 66 ribu meter kubik, pembuatan
pintu muara dan polder Kali Tenggang yang dilengkapi pompa berkapasitas 6 x 2 m³/detik dengan tanggul penahan di kawasan terminal dan industri Terboyo
serta normalisasi dan perbaikan parapet Kali Tenggang dengan pendanaan APBN
2016-2019 multiyears senilai Rp259,26
miliar rupiah.
Kendati demikian masih ada satu
pekerjaan rumah untuk mengatasi kemacetan akibat banjir rob di area pantai
utara Jawa Tengah yang merupakan jalur utama dari dan menuju Semarang. Selaras
dengan proyek jalan tol trans Jawa yang digagas pemerintah, pemerintah akan
membangun jalan Tol Semarang-Demak sepanjang 27 Km yang terintegrasi dengan tanggul
laut Kota Semarang. Proyek ini menggunakan skema KPBU dan telah disepakati oleh
Menteri Keuangan dan Menteri PUPR
melalui penandatanganan perjanjian pada September 2019 silam. Menteri PUPR berpendapat
bahwa pembuatan tanggul, rumah pompa, hingga tol yang terintegrasi dengan
tanggul laut diharapkan dapat mengatasi dampak banjir rob yang kerap menggenang
jalan nasional di utara Jawa Tengah.
Keberhasilan dalam membebaskan diri
dari banjir karena luapan sungai maupun banjir karena air laut (rob) dipercaya
mendatangkan manfaat ekonomi dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang sangat
signifikan. Mengingat, hampir beberapa kali dalam setahun Semarang selalu
dilanda banjir yang memutus mobilitas orang maupun barang. Hal ini tentu
menimbulkan kerugian bagi semua kalangan baik pengusaha maupun mayarakat di
pemukiman yang terdampak. Disamping kelancaran arus lalu lintas, transportasi
dan distribusi logistik, ke depannya diharapkan lingkungan yang sempat
mengalami penurunan harga pasar karena dianggap tidak layak huni akibat
langganan banjir dapat berbenah kembali. Terlebih area pantura Jawa Tengah
merupakan kawasan industri yang aktif dengan kegiatan ekonomi yang padat. Oleh
karena itu, peningkatan pembangunan dan rehabilitasi jalan baru yang dilengkapi
dengan teknologi anti banjir rob, tentu dapat meningkatkan daya saing ekonomi
Jawa Tengah yang berimplikasi pada ekonomi nasional.
Kreativitas dalam pengelolaan APBN dengan KPBU menjadi contoh nyata bahwa Indonesia memiliki daya saing ekonomi yang mumpuni di kancah internasional. Menjaga kebersihan lingkungan dan aset negara dapat menjadi refleksi sekaligus tanggung jawab kita bersama sebagai wujud terimakasih kepada negara, yang telah hadir untuk memenuhi hajat hidup rakyatnya. Wujud sederhana kepedulian dapat diimplementasikan dengan cara tidak merusak, tidak mengambil sebagian atau seluruh komponen aset, serta ikut serta mengawasi dan melaporkan pelanggaran atas fasilitas publik yang digunakan bagi kepentingan umum. Sebab Ini Punya Kita, dan Ini Untuk Kita.