Minggu, 05 Januari 2020

Love Hate Relationship With Instagram


Hello there dreamers. Welcome 2020! Wow tahun yang baru lagi, tahun dimana aku berkomitmen untuk lebih bisa menyebarkan lebih banyak manfaat di platform sosial media yang aku punya. Lebih banyak menulis sebagai self-actualization sekaligus self-healing. Ya, daripada koar-koar yang kurang perlu, lebih baik energinya dialihkan ke sesuatu yang lebih informatif dan berguna bagi banyak orang. So, it’s gonna be a free style writings.

Sudah lebih dari 5 tahun blog ini ada, setelah di awal kemunculannya sangat aktif dan aku lumayan cukup rajin nulis di sela-sela OJT yang cukup “selo” sampai bertahun tahun kemudian bener-bener hiatus dan blog ini jadi kayak hidup enggan mati tak mau. Buanyaaaak banget hal yang terjadi selama kurang lebih 5 tahun ini, yang semuanya memorable, bersejarah, tapi kelewat gitu aja karna aku ga nulis! Padahal kata Pak Pramoedya Ananta Toer  ”Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian”. So, ijinkan aku sekarang rajin lagi plis.   

Jujur, most of my time are spent in social media platform, especially Instagram. What for? Mostly for scrolling only. Bener-bener wasting time but yeah, kayak kecanduan gitu dan susah lepasnya. Dalam sehari kalau ditotal-total aku mungkin bisa habisin waktu lebih dari dua jam cuma buat buka story orang-orang dan scroll scroll timeline dan explore. Story bener-bener aku liatin sampe habis dan sering kali berujung dengan insecurities huhuhu ga penting banget kan! Sampe pernah ada masa dimana aku totally give up sama instagram dan memutuskan buat nggak sampe deactivate sih, tapi memilih buat logout dan bertekad buat enggak buka sama sekali. Itu berlangsung kurang lebih sebulan. Dan you know what? I’m totally relief, semacam menawarkan diri dari toxicity gitu lho, in my version.

Di sisi lain, Instagram ini memang super apps buat hidup aku. Harus aku akui, bahwa Instagram berjasa banyak buat aku. Bukan karna aku jadi selebgram or influencer dan semacamnya. Tapi alasan paling utama adalah Instagram adalah sarana aku bisa ketemu sama jodoh aku. WKWKWKWKW. Ini sungguhan. Kalau kalian mikir jaman alay dulu orang sering sok sengaja salah kirim sms buat alibi kenalan secara random, nah mungkin casenya disini agak mirip-mirip tapi lebih modern ajasiy wkwkwk. Jadi gini ya ciwi-ciwi, bukannya mau sok menasihati, tapi ini adalah kisah nyata dan pengalaman hidup yang aku alami sendiri. Intinya, janganlah membatasi diri dulu dan sekonyong-konyong curigaan sama orang baru. Hati-hati dan waspada itu perlu, tapi memberi kesempatan juga penting. Jangan belom-belom udah nolak-nolak, amit-amit, ogah-ogah. Jangan sampai sikap kita menyakiti orang lain, karna kalau aku sih percaya kalau kita berbuat yang tidak baik, suatu saat nanti kita juga bakal dapet ganjarannya. Poinnya adalah pada pengendalian diri.

Di usia yang sudah matang dan siap (banget) untuk menuju ke arah “sana” aku belum juga ketemu sama orang yang cocok dan sreg di hati. Sampai pada suatu hari aku iseng ngecekin follower Instagram buat nge-folback-in temen-temen yang mungkin kelewat belum aku folback. Disitu, aku juga folback orang-orang yang aku belum kenal tapi aku lihat profilnya cukup fine, ga ada masalah atau karna mutualnya temen. Tujuannya emang aku pengen memperluas relasi aja. Ternyata dari salah seorang yang aku folback itu keesokan harinya DM aku intinya ngucapin terimakasih. Dia follow aku dengan dalih, aku temen kerjanyanya seseorang temen kuliah yang dia kenal. Memang, ada cukup banyak fotoku dan seringnya aku muncul di story temenku yg dia sebutin tadi. Usut-punya usut, aku tanyalah sama temen aku tadi apa dia kenal sama cowok ini, dan dia jawab enggak….Heeemmms…. curiga dong tapi harus tetep tenang. Aku mulai berprasangka kalau dia deketin aku sekadar buat batu loncatan buat kenalan sama temenku tadi. Secara doi cantik dan idola remaja, wajarlah aku selalu insecure jadi sohibnya wkwkwk.

Long story short, dari DM Instagram kita lanjutin percakapan ke Whatsapp dan mengalirlah. Kenapa aku ga takut atau gimana? Jujur, dia menampilkan unit kerja dia di Bio, which is buatku itu bagus. Tips! Ini penting buat branding diri, dan penilaian orang terhadap kamu. Karena apa? Ya karena orang baru jadi bisa lebih aman menghadapi kamu, misal butuh keyakinan ya tinggal telpon aja ke unit tersebut, bener nggak yang bersangkutan pegawai disana apa cuma hoax aja. Keluarin ilmu investigasimu. Selain itu, aku ada akses buat lihat data *** yang disitu aku bisa cek alamatnya secara valid, daftar keluarganya dan lain-lain. Nah, seiring berjalannya waktu jadilah seseorang itu suami aku sekarang. Aku nggak peduli berapa dan siapa aja cewek-cewek yang dia DM waktu ikhtiarnya dulu, sebab instead of focusing on masa lalu, lebih baik menatap masa depan. Cieilaaah. Toh, semua punya their own version of effort.




Setelah menikah, jangan dikira masalah selesai dan tujuan serta merta tercapai. Dulu cewek-cewek single mungkin mikir menikah adalah jalan keluar dari kegalauan, tujuan dari semua harapan dan impian, dll dsb dst. Menikah nggak cuma perkara gaun yang bagus, make up yang manglingi, dekor yang fantastis, foto prewedding yang dapet like banyak, yang berujung pada  pesta yang selesai dalam 2 jam. Setelah itu, sederet insecurities masih menghantui bok. Masih bersumber dari Instagram, awal-awal pasca menikah itu happy tiap habis posting foto nikahan and honeymoon. Sebulan dua bulan giliran temen-temen menikah juga. Sampe akhirnya satu demi satu gantian posting garis dua merah alias testpack, atau foto USG. Lama-lama Instagram story berisi bayi-bayi, MPASI, busui dan sekitarnya. Fase yang cukup depresif buat aku yang LDM dengan usia yang terus berjalan alias makin tua. Ya, harus aku akui, memang aku menikah di usia yang cukup terlambat dibandingkan teman-teman sebayaku yang umumnya sudah minimal beranak satu. Aku menikah di usia late 26 y.o. Mungkin isi instagram itu wajar, secara teman-teman sebaya memang sudah kebanyakan menjadi Ibu dan Ayah. Tapi….menjadi cukup memberatkan, ketika mereka yang menikah setelahku tak lama diamanahi positif kehamilan. Ya…ya…aku tahu memang itu adalah perihal rejeki Allah. Aku sudah cukup khatam dengan nasihat itu, bahwa menikah, punya anak dsb itu bukan pertandingan, nggak ada cepet-cepetan. Tapi if you know in my position, itu juga yang akhirnya membuat aku memutuskan, oke aku istirahat dulu dari Instagram. Orang LDM lebih sensitif bok.

People wouldn’t know pengorbanan apa yang kita usahakan. Sometimes people only wanna share their happiness, they won’t anticipate the impact to others cause why should worry? Toh, ini IG-IG gue, kalau ga suka ya gausah diliat. Gitu kan. Nah makanya aku memilih mundur, tapi dalam hati kecilku selalu bertekad, nanti kalau Allah kasih amanah buat aku, jangan sampai apa yang aku posting, aku ucapkan, aku tulis, aku perbuat sampai menghakimi atau menyakiti perasaan orang lain. Gimana caranya biar aku harus bijaksana menggunakan platform ini supaya sama sama win-win, walopun aku tahu “we can’t please everyone”. Intinya ya yang belum menikah didoakan lekas ketemu jodohnya. Because I’ve been in that “insecure” position. Yang belum dikaruniai momongan didoakan segera diamanahi keturunan. Because I’ve been in that “insecure” position too. So, Instagram secara nggak langsung ngajarin aku buat jadi orang yang menaruh empati, sesuatu sikap yang makin jarang ditemui dewasa ini.

Akhirnya aku memilih comeback, memfollow akun-akun yang bermanfaat, mute orang-orang yang toxic, mengurangi intensitas liat story dan cukup memilih story yang aku pengen lihat, dan mempraktikkan apa yang disebut dengan ilmu ikhlas, semeleh, lan narimo ing pandum. Ini penting banget. Mengimplementasikan tips dan metode yang orang lain lakukan, walopun jujur ya dulu waktu aku follow akun-akun promil dan sejenisnya dan tiap dia posting testimony mba mba yang sukses garis dua itu aku beneran tertekan. Padahal aku juga udah praktekkin, aku udah minum apa produk promil yang disuruh apa segala tapi kenapa dia udah aku kok belum. Ya pemikiran-pemikiran semacam itulah. Setiap hari makin tertekan sampe  akhirnya aku unfollow. Tapi terus aku coba lagi, belajar mencintai diri sendiri, belajar ikhlas dan menaruh percaya sama Allah, banyak berkhusnuzon sama Allah, aku follow akun kajian juga buat siraman rohani.

Alhamdulillah setelah sekian banyak testpack garis satu, sekian deras tangis yang mengucur, Allah akhirnya memberikan kepercayaan itu setelah 5 bulan usia pernikahan. Mashaa Allah luar biasa surprise! Karena apa, karena…….ini akan aku ulas di tulisan yang lain ya hahaha! Udah kepanjangan banget soalnya.

Intinya, sekarang aku masih mainan IG, sekedar buat cek kondisi dan kabar temen-temen, buat hiburan, buat nambah info dan update berita terbaru. Kadang emang gara-gara IG kita juga dipaksa buat menyerap terlalu banyak informasi dari yang perlu sampe kurang perlu. Intinya pinter-pinter memfilternya. Trus juga IG itu bikin kecanduan dan nggak produktif, khususnya aku yang scrolling sambil rebahan nonton Freya sama Xabiru. Ya tekadku sekarang gimana lah caranya biar platform sosmed ini jadi lebih bermanfaat dan menghasilkan duit hahaha. Sekarang sih posisinya lebih ke memotivasi biar aku rajib belajar biar kayak temen-temen yang sukses keterima LPDP. Inshaa Allah semoga nanti bisa nyusul S2 kayak mereka. Aamiin. Kalau kalian gimana ceritanya sama Instagram?

My Instagram : https://www.instagram.com/hapsariika/ 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar